Karya Ngenteg Linggih Tuntas, Puri Agung Jro Kuta Matur Suksma Serta Ajak Umat Mulat Sarira
DENPASAR, MEDIABADUNG.COM –
Seluruh rangkaian upacara agung Karya Padudusan Agung lan Ngenteg Linggih di Puri Agung Jro Kuta, Denpasar, telah mencapai puncaknya pada Senin (6/10/2025).
Berlangsung dengan antusiasme dan lancar, kesuksesan yadnya ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak.
Untuk itu, panitia karya beserta keluarga besar puri menghaturkan terima kasih yang tulus seraya mengajak seluruh umat Hindu untuk menjadikan upacara ini sebagai momentum introspeksi diri demi kehidupan yang lebih baik.
Ketua Panitia Karya, I Gusti Ngurah Bagus Manu Raditya, mengungkapkan rasa syukur dan apresiasinya yang mendalam.
Menurutnya, energi positif dan dukungan tanpa henti dari pasemetonan, masyarakat, dan berbagai pihak terkait menjadi kunci utama keberhasilan upacara yang telah dipersiapkan sejak lama ini.
“Atas nama seluruh panitia dan keluarga besar Puri Agung Jro Kuta, kami menghaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh sametonan Puri Agung Jro Kuta, masyarakat Kota Denpasar, serta pangempon Pura Luhur Uluwatu yang telah menyukseskan upacara ini,” ujarnya.
Dukungan ini datang dari Pasemetonan Puri Agung Jro Kuta, Paiketan Semeton Agung Jero Kuta yang tersebar di 23 jero di Denpasar dan Badung, termasuk Jero Kuta Kerobokan serta Jero Tegeh Bongan Tabanan.
Juga dari Wargi, Pekandelan, Braya Puri seperti Tigang Dangka Tag Tag, Dukuh Tangkas, Nyangelan Serangan, hingga tiga banjar penyangga yakni Panti Gede, Belong Gede, dan Balun.
“Sinergi inilah yang membuat yadnya agung ini berjalan dengan lancar,” imbuh Manu.
Lebih dari sekadar keberhasilan seremonial, Gusti Ngurah Bagus Manu Raditya menekankan bahwa esensi sejati dari karya ini adalah dampaknya terhadap kehidupan spiritual umat.
Ia mengajak seluruh masyarakat Bali menjadikan vibrasi suci dari upacara ini sebagai titik tolak untuk melakukan introspeksi diri atau mulat sarira.
“Jangan sampai upacara ini berhenti sebatas ritual. Mari kita jadikan ini sebagai momentum agung untuk introspeksi diri. Energi penyucian yang kita rasakan bersama selama prosesi hendaknya kita serap ke dalam diri untuk membersihkan pikiran, perkataan, dan perbuatan. Dengan demikian, kita bisa mewujudkan kehidupan umat di Bali yang lebih baik, damai, dan harmonis,” ajaknya.
Sementara itu, Pangelingsir Puri Agung Jro Kuta, I Gusti Ngurah Jaka Pratidnya, memaparkan makna adiluhung di balik upacara Ngenteg Linggih. Beliau menjelaskan bahwa upacara ini merupakan prosesi penyucian dalam skala besar, baik untuk alam semesta maupun diri manusia.
“Makna fundamental dari upacara Ngenteg Linggih adalah penyucian yang dilakukan untuk menciptakan keseimbangan antara Bhuwana Agung (makrokosmos) dan Bhuwana Alit (mikrokosmos). Tujuannya adalah untuk menyelaraskan kembali hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam lingkungannya. Melalui penyucian ini, kita berharap keharmonisan dapat terwujud, tidak hanya di lingkungan Puri Agung Jro Kuta, tetapi juga untuk seluruh Pulau Bali,” tutur Gusti Ngurah Jaka Pratidnya.
Puncak karya ini merupakan muara dari serangkaian upacara yang telah digelar sebelumnya. Sehari sebelumnya, pada Minggu (5/10), suasana sakral begitu terasa saat prosesi Mepeed dan penyambutan (nyanggra) Ida Betara Sesuhunan dari Pura Luhur Uluwatu serta Pura Desa lan Puseh Desa Adat Pemogan.
Menurut Gusti Ngurah Jaka Pratidnya, kehadiran Ida Sesuhunan dari kedua pura tersebut memiliki makna historis dan spiritual yang mendalam, mengingat Puri Agung Jro Kuta merupakan pangempon Pura Luhur Uluwatu dan memiliki ikatan erat dengan Desa Adat Pemogan.
Rangkaian karya juga diawali dengan upacara Tawur Balik Sumpah Utama pada 30 September lalu, sebuah ritual Bhuta Yadnya untuk menetralisir energi negatif menjadi positif. Upacara dengan skala sebesar ini diketahui terakhir kali dilaksanakan sekitar 63 tahun silam, pasca-Karya Naga Banda di Puri Agung Jro Kuta.
“Kami sebagai generasi penerus, merasa sangat bangga dan bersyukur mendapat tanggung jawab besar ini. Intinya, seluruh rangkaian upacara ini kami dedikasikan untuk Pulau Bali yang kita cintai, agar senantiasa ajeg, shanti, dan jagadhita,” tutup Gusti Ngurah Bagus Manu Raditya. ***