Pura Sang Hyang Iswara, Tempat Melukat di Bali untuk Anak yang Terlambat Bicara
Pura Sang Hyang Iswara, Tempat Melukat di Bali untuk Anak yang Terlambat Bicara/ mediabadung
Balinese

Pura Sang Hyang Iswara, Tempat Melukat di Bali untuk Anak yang Terlambat Bicara

MANGUPURA, MEDIABADUNG – Di tengah hiruk pikuk kawasan Mengwi, Kabupaten Badung, tersembunyi sebuah tempat suci yang dikenal memiliki kekuatan spiritual untuk membantu anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara.

Namanya Pura Sang Hyang Iswara, terletak di Banjar Gegadon, Desa Adat Kapal. Meski secara tampilan tampak seperti pura pada umumnya, tempat ini menyimpan cerita luar biasa yang telah menyebar dari mulut ke mulut selama puluhan tahun.

Lokasi tempat melukat di Bali ini cukup strategis, berada di dekat pertemuan Jalan Menuh, Jalan Bukit Tinggi, dan Jalan Siulan. Akses menuju pura bisa ditempuh dari Jalan Raya Kapal, tak jauh dari RSD Mangusada, atau melalui rute dari Desa Kekeran, Mengwi.

Pura ini telah lama diyakini sebagai tempat suci untuk ritual penyucian diri (melukat), khususnya bagi anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam berbicara.

Tak sedikit orangtua yang datang dengan harapan, memohon berkah agar buah hatinya mampu mengucapkan kata pertama mereka setelah melukat di sini.

Asal Usul yang Sederhana, Keyakinan yang Menguat

Menurut penuturan I Ketut Suta, Kelian Adat Banjar Gegadon, awalnya lokasi ini hanyalah temuku—tempat pembagian air subak—yang dikenal masyarakat dengan sebutan Temuku Telu. Meskipun tak ada catatan tertulis mengenai sejarah pura, keyakinan akan tuahnya sudah hidup sejak lama.

“Dulu tempat ini hanya dikenal oleh warga lokal. Tidak ada bangunan suci, bahkan aksesnya hanya jalan setapak. Tapi dari dulu orang percaya kalau anak yang telat bicara mandi suci di sini, bisa mendapat jalan dari Ida Sang Hyang Widhi,” ujar Ketut Suta.

Popularitas tempat ini mulai menyebar sejak era 1960-an. Salah satu kisah paling berkesan datang dari seorang dokter spesialis kandungan yang datang memohon agar anaknya bisa bicara.

BACA JUGA:  Kajeng Kliwon Enyitan, Makna dan Penjelasan Singkatnya

Ia berjanji akan membangun palinggih (bangunan suci) jika doanya terkabul. Beberapa waktu kemudian, keajaiban pun terjadi. Sang anak mulai berbicara, dan sang dokter pun menepati janjinya. Palinggih Sang Hyang Iswara berdiri sekitar tahun 2002 sebagai wujud rasa syukur.

Ramai Dikunjungi dari Dalam dan Luar Bali

Kini, Pura Sang Hyang Iswara menjadi tempat melukat yang ramai dikunjungi, tidak hanya oleh umat Hindu dari seluruh Bali, tapi juga dari luar pulau hingga pemeluk agama lain. Banyak orang datang dengan harapan, membawa anak mereka yang terlambat bicara untuk ikut melukat dan mendapatkan berkah penyembuhan.

“Umat non-Hindu juga sering datang. Mereka biasanya bertanya apakah boleh ikut memohon berkah. Saya jawab, silakan saja. Tuhan itu satu, dan siapa pun bisa memohon dengan keyakinan masing-masing,” jelas Ketut Suta.

Anak-anak yang dibawa ke sini umumnya berusia antara 2 hingga 5 tahun. Namun, ada juga yang sudah remaja dan masih berharap bisa berbicara setelah mengikuti ritual penyucian diri di tempat ini. Beberapa menunjukkan perubahan signifikan hanya dalam satu kali kunjungan, sementara yang lain butuh kesabaran dengan beberapa kali datang kembali.

Dilaksanakan Setiap Kajeng Kliwon

Ritual melukat di Pura Sang Hyang Iswara rutin dilakukan setiap 15 hari sekali, tepat pada hari Kajeng Kliwon, berdasarkan kalender Bali. Sementara upacara besar (piodalan) digelar setiap 210 hari atau enam bulan sekali, bertepatan dengan Saniscara Kliwon Kuningan (Tumpek Kuningan).

Saat hari-hari tersebut tiba, suasana pura sangat ramai. Ratusan pamedek datang sejak pagi hingga malam. Karena belum memiliki pamangku tetap, ritual dilayani oleh para pamangku dari Banjar Gegadon yang jumlahnya ada 12 orang, terdiri dari pasangan suami-istri.

BACA JUGA:  Lokasi Terbaik Menyaksikan Pawai Ogoh-ogoh di Badung Maret 2025

Bukti Nyata, Bukan Sekadar Cerita

Ketut Suta menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menjanjikan kesembuhan secara instan. Namun, berdasarkan pengalaman nyata, banyak orangtua yang datang kembali dengan cerita positif setelah anaknya menunjukkan perkembangan. Sebagian bahkan naur sesangi (menepati kaul) dengan mempersembahkan payung, kain wastra, hingga perlengkapan pura lainnya sebagai bentuk terima kasih.

“Semua tergantung niat, keyakinan, dan kehendak-Nya. Kami hanya menyediakan tempat suci, selebihnya adalah urusan hati masing-masing,” katanya.  ***

Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0